Bandar Lampung (Lampost.co)— Yayasan Abhipraya bersama dengan Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), serta Jajaran Pemerintah Provinsi Lampung mengadakan pertemuan di Aula kantor Pimpinan Wilayah Aisyiyah Lampung, Rabu,22 Mei 2024.
Pertemuan tersebut sebagai upaya mengejar penurunan target stunting 14% di 2024. Cegah stunting tanpa konsumsi kental manis pada balita yang masih diberikan sebagai susu pertumbuhan.
Diketahui, Lampung menunjukkan kemajuan signifikan dalam upaya mengurangi angka stunting. Pada 2019, angka stunting di provinsi ini tercatat 26,26%. Kemudian pada tahun 2023, angka tersebut berhasil turun menjadi 14,9%.
Baca juga: Dinas PPPA Mesuji Sayangkan Kasus kekerasan Seksual Berujung Damai
Staf Pemerintahan Hukum dan Politik Pemerintah Provinsi Lampung, Zainal Abidin, mengatakan jika masih banyak masyarakat yang menganggap kental manis adalah susu. Ia juga menyetujui jika kental manis bukan susu.
“Kami juga prihatin dengan masih banyak yang konsumsi dan menganggap kental manis bukan susu,” Jelasnya.
Sebagaimana di ketahui, persoalan kental manis telah menjadi sorotan publik sejak badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan Peraturan BPOM no. 18 tahun 2018 tentang label pangan olahan.
Melalui regulasi tersebut, BPOM melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah 5 tahun. Untuk label maupun iklan promosinya.
Terbaru, BPOM juga mengesahkan Perturan BPOM No. 26 tahun 2021 yang mengatur tentang perubahan takaran saji. Sebelumnya, pada label kemasan per takaran saji kental manis adalah sekitar 48 gr. Dalam peraturan terbaru, BPOM mengurangi menjadi 15 – 30 gr.
Takaran Saji
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menyebut perubahan takaran saji tersebut adalah hal seharusnya di lakukan sejak awal.
“Ini menunjukkan adanya concern BPOM terhadap risiko asupan gula yang tinggi saat menkonsumsi kental manis. Tapi yang harus memperhatikan adalah, ketentuan baru ini tetap harus mensosialisasikan dengan maksimal. Bila tersosialisasi dengan baik, seluruh elemen masyarakat paham sehingga bisa bersama sama ikut mengawasi produsen,” jelas Arif Hidayat.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Chairunnisa, menjelaskan tantangan dalam persoalan kental manis adalah persepsi masyarakat. Yakni menganggap kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi layaknya minuman susu untuk anak.
“Dari hasil penelitian yang PP Aisyiyah lakukan, sebanyak 37% ibu beranggapan kental manis adalah susu dan minuman yang menyehatkan untuk anak. Masyarakat sudah mengetahui bahwa kental manis bukan merupakan susu. Namun banyak yang mengabaikannya karena harga yang murah daripada kategori susu lainnya,” Ujar Chairunnisa.