SAYA mengenalnya dari dekat sejak17 Oktober 2021 atau dua bulanlebih sebelum digelarnya perhelatan akbar warga nahdiyin–Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung. Senin malam itu di Bukit Mas, KH YahyaCholil Staquf yang akrab disapa Gus Yahya berdiskusi tentang keumatan, khususnya NU pasca-dinakhodai Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Gus Yahya adalah potret Gus Dur. Selama Gus Dur menjadi presiden ke-4 RI, Staquf menjadi juru bicara kepala negara. Bahkan, jauh sebelum Gus Dur menjabat presiden, anak KH Cholil Bisri itu memang sudah dekat. Dalam buku biografi yang bertajuk KH Yahya Cholil Staquf (Derap Langkah dan Gagasan), terungkap, betapa dekatnya silaturahmi kedua anak bangsa ini. Panggilan Staquf adalah sapaan akrabnya semasa menjadi aktivis di UGM.
Buku yang ditulis Septa Dinata itu memaparkan, bagaimana sosok Gus Dur mengader seorang Gus Yahya menjadi tokoh kebangsaan nantinya. Antara lain, Yahya pernah ngambek ketika niatnya diurungkan ingin berkantor di Gedung Parlemen, Senayan, sebagai anggota DPR. Gus Yahya akan menggantikan Alwi Shihab yang terpilih menjadi menteri luar negeri, ketika itu. Tapi Gus Dur memilih orang lainnya. Yahya dijadikan juru bicara presiden. Di luar akal sehat, dan ini kebiasaan kiai menurunkan ilmu kedigjayaan kepada orang yang diinginkannya.
Hari ini, orang tentu tidak asal mengeklaim, siapa yang seharusnya bisa menghidupkan lagi pemikiran Gus Dur di saat negeri ini terancam terbelah akibat paham radikalisme dan intoleransi. Gus Yahya piawai merajutnya.
Ketika menjabat ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fisipol UGM, Gus Yahya dihadapkan konflik internal organisasi yang sangat serius. HMI dipaksa menerima ideologi tunggal Pancasila–sebagai asas tunggal organisasi oleh rezim Orde Baru. Akibatnya, kader terbelah dua.
Kelompok HMI yang menerima Pancasila sebagai asas organisasi, dikenal istilah HMI Dipo (singkatan dari Diponegoro adalah nama jalan di JakartaPusat, tempat sekretariat PB HMI). Sedangkan yang menolak Pancasila disebut HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi).
Menghadapi konflik itu, Staquf sebagai ketua komisariat mendeklarasikan diri sebagai kelompok nonblok atau tak memihak Dipo atau MPO. Selama aktif di organisasi besutan Lafran Pane itu, dia juga ditentang
para bibinya yang kuliah di IAIN Sunan Kalijaga. Kenapa Yahya lebih memilih HMI,
bukannya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
PMII adalah organisasi mahasiswa senapas dengan NU. Ayahnya–KH Cholil sangat risau dan khawatir akan kiprah anaknya di HMI. Sang Kiai takut Yahya sudah tidak menyukai NU lagi. Padahal selama di Yogya, sang anaknya tetap nyantri di pondok pesantren di Krapyak.
Yang jelas Yahya muda ini tidak meninggalkan tradisi NU walaupun sudah jadi aktivis HMI. Ini yang disukai para teman sejawatnya. Sesama aktivis baik intra- dan ekstrakampus, pemikiran Staquf menginspirasi mahasiswa.
Dalam perebutan kursi ketua umum PB NU saat Muktamar ke-34 pada 22—23 Desember 2021, Gus Yahya diganjal kubu PMII. Dia tidak layak menjadi ketua umum tanfiziah karena pernah dibesarkan HMI.
Diketahui antara HMI dan PMII memiliki rivalitas sangat kuat dalam perebutan organisasi mahasiswa di berbagai kampus di negeri ini.
Tidak hanya itu, Gus Yahya digembosi rivalnya, karena ia dinilai sangat dekat dengan Israel. Negara musuh bebuyutan Palestina. Indonesia sendiri sudah memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, karena kekejaman serdadu serta ingin menghancurkan Masjid Aqsa. Kampanye hitam tidak menyurutkan Yahya bertarung dengan KH Said Aqil Siroj, sang petahana.
***
Ternyata perbedaan itu menjadi kekuatan. Yahya memiliki alasan, karena Israel adalah negara kecil, namun memiliki pengaruh besar di percaturan politik dunia. Pada 10 Juni 2018, dia diundang American Jewish Committe (AJC). Undangan itumendapat reaksi keras dari para kiai NU.
Sebenarnya, pendahulu Yahya, yakni Gus Dur pernah diundang Yitzhak Rabin untuk menyaksikan penandatanganan perdamaian Israel-Yordania pada 1994.
Alasan Yahya menghadiri pertemuan 10 Juni itu, karena forum itu sangat penting dan strategis dalam politik Amerika serta kebijakan Barat di dunia Islam. Selama dalam lawatan ke Israel–dalam pertemuan AJC,
ternyata Staquf menjadi perhatian PM Israel, Benjamin Netanyahu ingin bertemu.
Sebagai anak berdarah biru NU, Yahya membawa aura positif bagi organisasi Islam terbesar di Indonesia ke kancah internasional. NU mulai bergerak lagi–memperkuat pengaruhnya di dunia. Menurut dia, muslim di Indonesia harus berani membuat tawaran baru bagi persoalan dunia. Ini sangat penting karena NU juga negara ini harus memiliki posisi tawar.
Langkah Gus Yahya sebagai duta agama tidak hanya berhenti di Israel. Dia juga mendapat undangan khusus dari Wapres Amerika Serikat Mike Pence. Pada 2018, anak asuh Gus Dur ini berdiskusi dengan Pence di Gedung Putih tentang permasalahan umat beragama berbagai belahan dunia.
Undangan kehormatan dari orang kedua Negeri Paman Sam itu, saat Gus Yahya menghadiri pertemuan komunitas umat beragama di Masjid Istiqlal pada 2017. Saat itu, dia mewakili NU. Rupanya, Mike Pence sangat terkesan dengan Ketua PB NU (hasil Muktamar ke-34) ini, karena pernyataan Yahya sangat provokatif–mengundangbanyak pertanyaan.
Kata Gus Yahya bernada lantang, sudah berapa lama dialog antarumat beragama ini diselenggarakan, tetapi hubungan tetap saja memburuk. Pernyataan Yahya inilah, membuat Pence terkesan. Pada akhirnya Wapres negara adidaya itu mengundangnya bertandang ke Washington DC.
Jargon yang diusung Gus Yahya dalam kompetisi memperebutkan kursi ketua umum PBNU di Lampung lalu
“Menghidupkan Kembali Gus Dur”. Yahya memiliki kapasitas membeberkan sepak terjang Presiden keempat RI selama
memimpin negara dan NU dalam lawatannya di internasional.
Perebutan kursi panas NU itu juga “melibatkan” banyak orang berpengaruh baik pejabat negara maupun para miliader. Ini perang bintang karena menyulut intimidasi, intrik yang ditujukan kepada para pendukung Yahya. Salah satunya adalah Thomas Aziz Riska, pemilik Bukit Mas, basecamp Gus Yahya dan adiknya, Yaqut Cholil Qoumas, berdiam selama bermuktamar.
Thomas ditawari fulus, bahkan ditekan—ditakut-takuti agar meninggalkan kubu sang petarung Yahya yang ingin melawan Kiai Said. Bukannya surut, malah bertekad agar Staquf membuat sejarah baru–memenangi perebutan kursi panas ketua umum. Atas rida Allah, Yahya terpilih di pagi Jumat itu. Yahya meraih 337 suara. Sedangkan Said Aqil hanya 210 suara. Muktamar juga merestui KH Miftachul Akhyar sebagai rais am PB NU, yang juga paket kepengurusan Yahya. Kini, Staquf mengembalikan NU sebagai organisasi agama–bukan organisasi yang merekayasa kepentingan politik apa pun.
Termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) besutan Abdurahaman Wahid, juga Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
diminta menjaga jarak dengan NU selagi Staquf yang menjadi imamnya. Umat terus mengawal. NU bukan untuk kepentingan politik praktis kekinian. Selamat berjuang, Gus! Bangsa ini menunggu karya terbaikmu. Wabillahit taufiq wal hidayah. Wallaahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiq. ***
EDITOR
Sri Agustina