Jakarta (Lampost.co): Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Adian Napitupulu, mengkritisi komposisi kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Pertama terlalu besar. Itu akan menyulitkan. Jadi begini, ketika mejanya terlalu banyak, maka birokrasi akan panjang. Birokrasi yang panjang itu akan menjadi beban buat perijinan buat investasi dan sebagainya. Sederhananya begitu lho,” ujar Adian, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu, 20 Oktober 2024.
“Tadinya mejanya 34 sekarang mejanya jadi 42. Kan tambah meja tuh ya kan. Tambah meja artinya tambah birokrasi. Lalu, tambah birokrasi artinya tambah proses. Tambah proses artinya tambah waktu. Kemudian, tambah waktu artinya tambah beban baru. Itu aja,” tegasnya.
Adian menegaskan belum lagi anggaran yang perlu tersedia. Sebagai anggota partai politik, Adian menyebut pihaknya akan tetap mengawal apapun kebijakan pemerintah.
“Kita ketika bersama-sama dengan Jokowi, kita salah satu partai paling kritis terhadap Jokowi ya PDIP. Kita tuh sikapnya tegas. Bener-bener, enggak bener ya mesti ada kritik,” tandasnya.
Adian menjelaskan memang pihaknya mendukung pemerintahan, tapi ia tak lupa bahwa gaji yang masuk kantongnya berasal dari uang rakyat.
Sebelumnya, analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensat), menilai kabinet gemuk Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka jelas akan membebani APBN. Hal ini berdasarkan rencana kabinet Prabowo-Gibran yang akan terdiri dari 107-108 menteri dan wakil menteri serta beberapa kementerian baru yang terpecah.
“APBN kita pasti akan, walaupun tidak akan, misalnya Pak Prabowo mengatakan bahwa jangan kemudian mengambil uang dari APBN. Tapi kabinet gemuk ini sudah jelas membebani negara. Bukan saja dari sisi nomenklatur belanja pegawai, tapi juga belanja infrastrukturnya. Termasuk gedung dan lain-lain,” kata dia, Rabu (16/10).
Hensat menilai, komposisi kabinet Prabowo menjadi gemuk karena harus memenuhi keinginan orang-orang yang telah berjasa ikut membantu memenangkannya di Pilpres 2024 lalu.