Jakarta (Lampost.co) — Dukungan terhadap gerakan ‘Stop Tot Tot Wuk Wuk’ untuk penertiban sirene dan strobo semakin meluas, termasuk dari anggota DPR. Gerakan yang viral di media sosial ini lahir dari keresahan masyarakat atas penggunaan sirene polisi dan lampu strobo pejabat yang mengganggu kenyamanan publik.
Poin Penting:
-
Gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk lahir dari keresahan publik.
-
DPR dukung gerakan ini sebagai bentuk kritik penggunaan sirene strobo pejabat.
-
Jalan raya adalah hak semua warga, bukan hanya pejabat.
Gelombang kritik datang karena banyak pejabat merasa berhak mendapat jalur prioritas. Padahal, bagi masyarakat, suara bising sirene dan manuver kendaraan pengawal tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan, tetapi juga menciptakan ketidakadilan di jalan raya.
DPR Dukung Stop Tot Tot Wuk Wuk
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Soedeson Tandra, mendukung penuh gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk untuk penertiban sirene dan strobo. “Kalau alasannya pejabat sibuk, apakah masyarakat juga tidak sibuk? Semua juga punya kesibukan,” ujarnya, Minggu, 21 September 2025.
Baca juga: MTI Dukung Kakorlantas Polri Tertibkan Penggunaan Sirene dan Strobo
Menurut Soedeson, logika penggunaan strobo pejabat demi alasan efisiensi waktu justru melanggar prinsip kesetaraan di ruang publik.
Jalan Raya Fasilitas Umum
Soedeson menegaskan jalan raya adalah fasilitas umum. Hak atas penggunaannya sama bagi seluruh warga negara, termasuk pejabat sekalipun.
“Kalau ingin cepat, ya berangkat lebih awal. Jangan ‘wuk wuk wuk’ begitu. Itu melukai perasaan rakyat,” katanya.
Pejabat Harus Jadi Teladan
Sebagai Wakil Ketua Umum DPN Peradi, Soedeson menilai pejabat harus menjadi teladan dalam berlalu lintas. Menurutnya, penggunaan sirene strobo pejabat justru memperlihatkan adanya hak istimewa yang bertentangan dengan keadilan sosial.
Ia juga menambahkan pejabat sebaiknya memberi contoh disiplin dengan berangkat lebih awal, bukan meminta pengawalan dengan sirene strobo yang meresahkan masyarakat.
Risiko Penggunaan Strobo Pejabat
Selain soal ketidakadilan, Soedeson juga menyoroti potensi bahaya. Menurutnya, manuver zig-zag kendaraan pengawal yang menggunakan strobo darurat kerap memicu kecelakaan lalu lintas.
“Penggunaan sirene dan strobo sering diikuti manuver berbahaya. Itu bisa menimbulkan kecelakaan,” ujar Ketua Dewan Pembina HKPI tersebut.
Karena itu, ia mendesak agar penegakan aturan sirene polisi dan aturan strobo polisi lebih ketat.
Hanya untuk Presiden dan Tamu Negara
Soedeson juga menegaskan harus ada pembatasan penggunaan sirene kendaraan dan strobo kendaraan. Menurutnya, hanya presiden, wakil presiden, atau tamu negara yang berhak menggunakan fasilitas tersebut.
“Kalau yang lain, tidak perlu pakai sirene atau strobo,” ujarnya.
Berangkat Lebih Awal
Soedeson bahkan mencontohkan dirinya. Sebagai wakil rakyat, ia lebih memilih datang lebih awal ke acara daripada meminta pengawalan.
“Saya tidak pernah memakai sirene. Kalau acaranya macet, saya datang lebih awal,” ujarnya.