Bandar Lampung (Lampost.co) — Warganet Indonesia ramai membagikan unggahan gambar garuda berlatar warna biru di media sosial. Pantauan Lampost.co, Rabu, 21 Agustus 2024, tagar “Peringatan Darurat” di platform media sosial X memiliki 211 ribu tweet.
Selain di X, banyak juga netizen yang mengunggah melalui Instagram Stories. Postingan itu berupa gambar garuda dengan latar belakang biru dengan tulisan “Peringatan Darurat”. Hal tersebut sebagai bentuk kemarahan dan rasa muak kepada DPR yang menyepakati RUU Pilkada.
Gambar itu sebagai perlawanan publik karena RUU Pilkada telah Baleg DPR sepakati. Hal itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Apalagi, RUU Pilkada tersebut tidak sepenuhnya mengakomodasi putusan dari MK, termasuk batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di Pasal 7.
Baleg DPR justru memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) sehingga batas usia calon gubernur saat pelantikan calon terpilih dan bertolak belakang dengan putusan MK.
DPR juga menyetujui perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.
Sementara partai yang mempunyai kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya.
Pengamat politik Universitas Lampung, Budi Harjo, menilai DPR membangkangi demokrasi. Sebab, putusan MK memiliki legitimasi hukum yang tinggi dan harus masyarakat patuhi.
“Masa putusan MK Nomor 90 yang akhirnya meloloskan Gibran diam saja. Lalu putusan MK Nomor 60 DPR tidak menghargai. Ini lembaga tertinggi negara loh,” kata Budi, Rabu, 21 Agustus 2024.
Dia menyebut DPR yang menganulir putusan MK menjadi ancaman proses demokrasi di Indonesia. Untuk itu, peristiwa people power 1998 yang menurunkan rezim Soeharto dapat terjadi kembali di era Jokowi.
“Justru saat ini DPR melakukan pembangkangan. Saya kira masyarakat perlu melakukan pembangkangan terhadap negara. Saya kira momentumnya terjadi bisa people power dan peristiwa 1998 bisa terjadi kembali,” kata dia.
Mengutuk DPR
Dia mengutuk kinerja DPR yang hanya mementingkan kelompok tertentu dari pada kepentingan masyarakat dan negara.
“DPR ini tidak menunjukan sebagai negarawan dan hanya berpikir soal kepentingan kelompok. Barangkali masyarakat mulai merasakan kejengkelan yang luar biasa,” kata dia.