Jakarta (Lampost.co) — Kementerian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) akan menghapus utang macet bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menjelaskan dengan rinci kriteria utang macet UMKM yang akan dihapus Bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Menurutnya, kebijakan itu berlaku bagi UMKM yang terdaftar dalam daftar hapus buku penghapusan piutang di Bank Himbara. Ketentuan itu berdasarkan peraturan yang Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto setujui.
Langkah itu sebagai bentuk komitmen negara untuk meringankan beban rakyat. Sekaligus sebagai kebijakan affirmative action guna memberikan bantuan kepada UMKM terdampak.
Dia mengungkapkan penghapusan utang itu berfokus pada pengusaha UMKM yang tercatat di Bank Himbara dengan jumlah nasabah yang terdata mencapai sekitar 1 juta orang.
“Kurang lebih 1 juta nasabah pengusaha UMKM yang sebelumnya tercatat masuk dalam daftar hapus buku Bank Himbara akan mendapatkan fasilitas penghapusan utang,” kata Maman dalam keterangan resminya.
Kriteria Penghapusan Utang
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet pada UMKM, ada beberapa kriteria yang harus UMKM penuhi agar piutangnya bisa terhapuskan.
Kriteria pertama adalah jumlah utang maksimal Rp500 juta. Kedua, UMKM tersebut harus sudah tercatat dalam daftar hapus buku Bank Himbara minimal selama 5 tahun sebelum PP itu sah. Ketiga, nasabah UMKM yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan untuk membayar dan tidak lagi memiliki agunan.
Dia menegaskan Kementerian UMKM memiliki peran penting dalam memberikan motivasi dan pemberdayaan kepada UMKM yang mengajukan pinjaman. Namun, hal itu tidak termasuk dalam daftar penghapusan piutang.
Meski begitu, UMKM yang tidak memenuhi kriteria penghapusan utang masih dapat mengakses fasilitas pinjaman. Hal itu untuk mendukung pertumbuhannya melalui program kredit usaha rakyat (KUR).
Menurut dia, UMKM yang mendapatkan KUR tidak akan masuk dalam kriteria penghapusan piutang. Sebab, mereka sudah memiliki asuransi atau jaminan. Penerima KUR yang mendapatkan pinjaman di bawah Rp100 juta tidak perlu menggunakan agunan dan hanya terkena bunga flat 6%.
Dia mendorong apabila terdapat ketidaksesuaian dalam penerapan aturan itu, maka pengusaha untuk melapor ke Kementerian UMKM.
Kementerian UMKM pun mengajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengembangkan sistem innovative credit scoring (ICS). Langkah itu untuk memastikan implementasi kebijakan itu berjalan dengan lancar.
Sistem itu agar dalam proses pemberian pembiayaan, pengusaha UMKM tidak hanya mendapatkan nilai berdasarkan agunan. Namun, turut menggunakan data alternatif, seperti penggunaan listrik, aktivitas telekomunikasi, BPJS, dan transaksi e-commerce.