Bandar Lampung (Lampost.co) –Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di rumah sakit harus dengan prosedur yang tepat. Prosedur ini agar dapat menjaga keamanan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Jika tidak, limbah B3 yang tidak tertangani dengan tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan meningkatkan risiko kesehatan, terutama melalui paparan zat berbahaya.
Yuni Lisafitri, Akademisi Manajemen Lingkungan, Limbah, dan Kualitas Udara dari Institut Teknologi Sumatera (Itera), menyoroti bahwa setiap tahap dalam pengelolaan limbah B3 mulai dari pemilahan, penyimpanan, pengumpulan, hingga pengolahan dan pembuangan akhir. Tahapan tersebut memiliki peran krusial dalam mengurangi dampak negatif limbah B3 terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Baca Juga:
Pengelolaan Limbah B3 di Rumah Sakit Butuh Peningkatan Fasilitas dan Pengawasan
Menurut Yuni, beberapa rumah sakit telah berupaya menerapkan prosedur pengelolaan limbah B3 sesuai standar pemerintah. Namun masih terdapat sejumlah rumah sakit yang menghadapi tantangan dalam memenuhi seluruh standar tersebut.
“Tantangan terbesar terdapat pada pengelolaan limbah B3 dengan karakteristik infeksius, yang harus disimpan pada suhu 0°C selama 24-48 jam,” jelas Yuni, Selasa, 5 November 2024.
Standar penyimpanan ini menjadi tantangan besar, terutama bagi rumah sakit yang belum memiliki insinerator untuk memusnahkan limbah medis di tempat.
Kondisi tersebut membuat rumah sakit harus bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mengangkut limbah B3.
Menurutnya pengangkutan sering kali tidak dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari sejak limbah itu ada. Sehingga limbah berada di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) lebih dari 48 jam. Selain itu, sebagian besar rumah sakit belum maksimal dalam menjalankan program minimalisasi dan daur ulang limbah B3.
Pelatihan
Manajemen rumah sakit telah berupaya untuk memastikan pengelolaan limbah B3 yang aman dan sesuai standar. Upaya ini antara lain dengan mengadakan pelatihan bagi petugas pengelola limbah serta berupaya mengurangi jumlah limbah yang ada.
Yuni menekankan perlunya komitmen yang lebih kuat dari manajemen rumah sakit untuk mengurangi adanya limbah B3.
“Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pemilahan limbah sejak di sumbernya, dengan melibatkan tenaga medis dan mempertimbangkan penggunaan bahan-bahan yang dapat di daur ulang,” pungkasnya.