Jakarta (Lampost.co) – Politikus Partai Golkar Maman Abdurrahman menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden perlu terkaji lebih lanjut. Khususnya dalam aturan turunan dari keputusan tersebut.
“Bagi saya, terlepas dari ini adalah sebuah produk hukum yang kita taati. Perlu kita kaji kembali dalam konteks aturan-aturan turunannya,” ujar Maman, mengutip Media Indonesia, Minggu, 5 Januari 2025.
Kemudian Maman mengaku setuju keran demokrasi harus terbuka1 selebar-lebarnya. Namun, ia mengingatkan jangan sampai banyak calon pilpres akan menghambat terwujudnya konsolidasi nasional.
“Jangan sampai demokratisasi yang kita harapkan itu justru memiliki hambatan. Apalagi terhadap upaya kita mendorong konsolidasi nasional dan menuju ke arah yang lebih baik,” terangnya.
Selanjutnya Maman menekankan tujuan utama mendirikan suatu negara ialah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bukan untuk berdemokrasi.
“Jadi jangan sampai, kita harus lihat juga, pada saat demokrasi ini terbuka secara luas dan bebas. Kemudian memiliki efek produktif nggak dalam konsolidasi nasional kita untuk menuju kesejahteraan rakyat,” katanya.
Sementara itu, MK mengabulkan gugatan terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold 20 persen. Dengan keputusan ini, ambang batas pencalonan presiden menjadi 0.
Hal tersebut terputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang tergelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025. Perkara tersebut terregistrasi dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 yang terajukan Enika Maya Oktavia.
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109). Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo mengutip Website MK, Kamis, 2 Januari 2025.