Bandar Lampung (Lampost.co) — Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menimpa oknum Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut) menjadi pelajaran. Apalagi ini merupakan indikasi adanya dugaan korupsi dalam pengadaan atau pelaksanaan proyek infrastruktur, khususnya jalan.
Hal itu tersampaikan oleh Akademisi Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL) Benny Karya Limantara. Ia menyebut kasus ini menjadi peringatan serius (warning) bagi pemerintah daerah lain, termasuk Lampung. Apalagi pada 2025 akan melaksanakan berbagai proyek pembangunan/perbaikan jalan dari APBN/APBD pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Kemudian menurut Benny, Indikasi Pelanggaran Hukum
OTT Sumut menunjukkan potensi modus mark-up anggaran. Kemudian pengaturan pemenang tender, dan pemberian suap/gratifikasi.
“Ini jelas melanggar UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah,” ujarnya, 30 Juni 2025.
Karen itu, hal ini juga harus menjadi semacam alarm bagi Lampung. Untuk mencegah hal ini tidak terjadi kepada Lampung, harus dilakukan beberapa hal. Pertama, Memastikan pengadaan proyek jalan mengikuti prosedur yang transparan dan kompetitif. Termasuk menghindari penunjukan langsung yang tidak berdasar.
Lalu kedua, menerapkan pengawasan internal (Inspektorat) dan eksternal (BPK, KPK, serta masyarakat/Lembaga Swadaya Masyarakat). Ketiga, mendorong penggunaan teknologi, seperti e-procurement, untuk mengurangi celah korupsi.
“Mengingatkan para pihak (Dinas PUPR, kontraktor, konsultan pengawas). Bahwa korupsi proyek infrastruktur dapat berujung OTT, pidana, dan blacklist perusahaan” katanya.
Pengawasan
Selanjutnya salah satu unsur pengawasan lainnya, yakni DPRD baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Menurut Benny, DPRD memiliki fungsi pengawasan sebagaimana diatur Pasal 96 UU 23/2014. Karena itu, DPRD wajib memonitoring setiap tahap penganggaran, pelaksanaan, dan realisasi fisik proyek jalan. Kemudian, memastikan serapan anggaran tidak hanya besar angka, tetapi berkualitas pada lapangan.
“Melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan meminta laporan pertanggungjawaban secara berkala,” katanya
Kemudian Benny berpesan agar seluruh pihak yang terlibat harus berhati-hati dalam penggunaan anggaran jalan. Ia menyebut setiap penyimpangan berpotensi pidana korupsi dengan konsekuensi hukum yang berat. Termasuk pidana penjara dan pemiskinan melalui perampasan aset hasil korupsi.
“Pengawasan DPRD, APIP, dan partisipasi publik menjadi kunci. Agar proyek jalan Lampung berjalan transparan dan bebas korupsi,” katanya.