
Dosen dan peneliti di Universitas Yarsi, juga Senior Consultant di Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)
PADA 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) sebagai agenda global untuk mengatasi kemiskinan, ketimpangan, dan perubahan iklim hingga 2030. Namun, hanya dalam empat tahun setelah diluncurkan, upaya mencapai target SDGs menghadapi tantangan besar, salah satunya ialah kekurangan dana mencapai US$ 2,5 triliun per tahun menurut Wakil Sekretaris Jenderal PBB pada 2019. Dengan besarnya kebutuhan dana itu, khususnya bagi negara berkembang, diperlukan pendekatan inovatif dan berkelanjutan untuk mendukung pencapaian SDGs. wakaf
Di tengah kesulitan itu, konsep wakaf dalam Islam menawarkan solusi konkret yang telah terbukti mampu memberikan manfaat bagi masyarakat lintas generasi. Wakaf bukan sekadar instrumen filantropi, melainkan juga sarana distribusi kekayaan yang dapat menjadi solusi bagi pembangunan berkelanjutan. Jika dikelola dengan baik, wakaf dapat menjadi sumber pembiayaan alternatif yang efektif, berkontribusi pada pengurangan ketimpangan ekonomi, dan mendorong pemerataan kesejahteraan masyarakat.
SEJAK BERABAD LALU
Menurut World Commission on Environment and Development (WCED), pembangunan berkelanjutan bertujuan memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang. Prinsip itu sejalan dengan konsep wakaf dalam Islam yang telah berlangsung berabad-abad. Wakaf berperan dalam menciptakan keseimbangan antargenerasi dan intragenerasi dengan menahan sebagian harta dan memanfaatkannya untuk kepentingan sosial, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan umum.
Sejarah mencatat bahwa banyak peradaban Islam yang tumbuh berkembang berkat sistem wakaf. Universitas Al-Azhar di Mesir, salah satu institusi pendidikan tertua di dunia, masih berdiri tegak hingga hari ini karena pendanaannya berasal dari wakaf. Begitu pula di Turki, yang mana banyak rumah sakit dan infrastruktur sosial dibangun dengan dana wakaf, yang hingga kini terus memberi manfaat bagi masyarakat.
Di Indonesia sendiri, wakaf telah membiayai berbagai proyek sosial dan keagamaan. Salah satu contoh sukses ialah wakaf orang Aceh di Tanah Suci oleh Habib Bugak Asyi yang hingga kini masih memberikan manfaat bagi jemaah haji asal Aceh. Pada 2024, sebanyak 4.780 jemaah haji Aceh menerima bantuan dana wakaf sebesar Rp6,5 juta atau 1.500 riyal per orang. Ini merupakan bukti konkret bahwa wakaf mampu memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lintas generasi.
WAKAF DAN POTENSINYA DALAM SDGS
Wakaf memiliki potensi besar untuk mendukung pencapaian SDGs. Dalam bidang pendidikan, dana wakaf dapat digunakan untuk membangun sekolah dan universitas yang memberikan pendidikan gratis atau terjangkau bagi masyarakat kurang mampu. Di sektor kesehatan, wakaf dapat digunakan untuk mendirikan rumah sakit dan klinik yang memberikan layanan medis murah atau gratis bagi masyarakat miskin.
Jika dikembangkan lebih lanjut, wakaf dapat dimanfaatkan untuk membiayai proyek infrastruktur hijau seperti pembangunan energi terbarukan dan proyek konservasi lingkungan. Beberapa negara, seperti Malaysia dan Turki, telah mulai mengembangkan skema wakaf produktif untuk mendanai proyek yang mendukung keberlanjutan ekonomi dan sosial.
Namun, meskipun potensinya besar, pemanfaatan wakaf dalam mendukung SDGs masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu segera diatasi.
TANTANGAN DALAM PEMANFAATAN WAKAF
Pertama, kurangnya pengetahuan masyarakat. Banyak masyarakat yang masih menganggap wakaf hanya sebatas tanah atau masjid, padahal cakupannya jauh lebih luas. Pemahaman itu perlu diubah agar wakaf dapat berkembang menjadi solusi ekonomi yang lebih produktif.
Kedua, minimnya aksesibilitas dan promosi lembaga wakaf. Lembaga wakaf perlu lebih aktif dalam mempromosikan diri dan menyediakan layanan yang mudah diakses. Digitalisasi dalam pengelolaan wakaf dapat menjadi solusi untuk meningkatkan transparansi dan kemudahan bertransaksi.
Ketiga, kurangnya kolaborasi dengan pemerintah. Saat ini pemerintah Indonesia telah mencapai 62,5% dari target SDGs 2030. Namun, pencapaian itu belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Integrasi antara lembaga wakaf dan pemerintah sangat diperlukan agar manfaat pembangunan berkelanjutan dapat menjangkau masyarakat paling bawah.
Keempat, tata kelola yang belum optimal. Agar dapat memberikan manfaat maksimal, lembaga wakaf memerlukan tata kelola yang profesional, transparan, dan sesuai dengan prinsip syariat. Diperlukan nazir (pengelola wakaf) yang kompeten dan inovatif untuk mengelola dana wakaf secara efektif.
Kelima, kurangnya regulasi yang mendukung. Regulasi mengenai wakaf produktif di beberapa negara, termasuk Indonesia, masih perlu diperkuat agar lebih fleksibel dan dapat menarik lebih banyak donatur. Pemerintah perlu menciptakan insentif bagi individu dan perusahaan yang berpartisipasi dalam wakaf produktif.
SOLUSI DAN REKOMENDASI
Untuk mengoptimalkan peran wakaf dalam pembangunan berkelanjutan, beberapa langkah strategis perlu dilakukan. Pertama, meningkatkan literasi wakaf. Sosialisasi dan edukasi tentang manfaat wakaf harus diperluas, baik melalui media massa, seminar, maupun platform digital. Kampanye yang menarik dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong lebih banyak individu untuk berpartisipasi dalam wakaf produktif.
Kedua, mempermudah akses dan digitalisasi wakaf. Penerapan teknologi dalam pengelolaan wakaf, seperti aplikasi berbasis blockchain untuk transparansi transaksi, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Beberapa negara telah menerapkan digital wakaf yang memungkinkan donasi dilakukan dengan mudah melalui platform daring.
Ketiga, mendorong kolaborasi antara lembaga wakaf dan pemerintah. Pemerintah perlu memasukkan wakaf sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional dan menciptakan regulasi yang mendukung pengelolaan wakaf secara modern. Sinergi antara sektor publik dan swasta dalam pengelolaan wakaf dapat mempercepat pencapaian SDGs.
Keempat, meningkatkan kapasitas pengelola wakaf. Nazir wakaf harus memiliki kompetensi dalam manajemen investasi, tata kelola keuangan syariah, dan strategi bisnis agar aset wakaf dapat dikelola secara optimal. Pelatihan dan sertifikasi bagi pengelola wakaf menjadi kebutuhan mendesak.
Kelima, menyediakan insentif bagi donatur wakaf. Pemerintah dapat memberikan insentif pajak atau kemudahan administratif bagi individu dan perusahaan yang berpartisipasi dalam wakaf produktif. Hal itu dapat mendorong lebih banyak investasi dalam sektor wakaf dan meningkatkan dampak sosialnya.
Kebermanfaatan wakaf telah terbukti sejak lama dan memiliki potensi besar untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Dengan pengelolaan yang baik, dapat menjadi solusi bagi berbagai tantangan dalam mencapai SDGs, terutama dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Kini, saatnya kita melihat wakaf sebagai instrumen ekonomi yang dapat membawa perubahan nyata. Dengan strategi yang tepat, dapat menjadi kekuatan utama dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang.