Bandar Lampung (Lampost.co) — Keterwakilan perempuan pada panggung politik memiliki pengaruh besar dalam pemenuhan hak-hak perempuan yang selama ini kurang begitu tersorot.
.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Lampung, Prof Ari Darmastuti, menyebut sejak masa sebelum kemerdekaan, peran perempuan dalam menduduki posisi strategis pemerintahan sudah menjadi perhitungan. Nama-nama seperti Laksamana Malahayati dan RA Kartini merupakan tokoh yang menjadi cerminan bagaimana kuatnya pengaruh perempuan pada masa itu.
.
Menurut Prof Ari, saat ini keterwakilan perempuan dalam politik Indonesia hanya sekitar 30 persen tingkat nasional. Sementara tingkat provinsi dan kabupaten/kota rata-rata masih rendah dan kerap tidak terpenuhi.
.
“Ini jauh dari negara-negara Eropa yang bisa keterwakilan perempuannya itu bisa mencapai 40 persen,” ujar Prof Ari saat dialog spesial Lampung Post Minggu, 31 Maret 2024.
.
Akademisi Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila itu menyebut, saat ini masih banyak hal yang menjadi penghambat keterlibatan perempuan dalam politik. Meskipun secara hukum tidak ada aturan yang diskriminasi perempuan dalam kontestasi. Namun secara kultur politik hambatan-hambatan itu menurutnya masih nyata terasa.
.
“Langkah perempuan dalam berkontestasi dalam politik itu tidak sama dengan laki-laki. Kebanyakan mereka baru berani maju itu setelah anak-anak mereka besar,” ujarnya.
.
30 Persen
.
Ia menekankan bahwa kuota keterwakilan 30 persen perempuan tersebut bukan sekadar untuk mencalonkan perempuan. Melainkan untuk memastikan keterwakilan mereka dalam dewan terpenuhi.
.
Hal itu perlu terupayakan sebab masih banyak permasalahan-permasalahan yang menjadi kendala perempuan. Dan itu tidak menjadi perhatian besar dari para pemangku kekuasaan. Beberapa permasalahan tersebut menurutnya terdiri dalam berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Perempuan masih menjadi objek dagang dan terpinggirkan dalam sektor informal. Tanpa perlindungan hukum yang memadai.
.
“Perempuan bukan hanya pelaku, tetapi juga harus menikmati hasil pembangunan. Politik bukan hanya tanggung jawab laki-laki. Tetapi juga kewajiban perempuan untuk turut serta,” tegas Prof Ari.
Untuk itu, perempuan perlu membangun dukungan dari keluarga, masyarakat, partai politik, dan organisasi masyarakat. Dukungan tersebut menjadi kunci keberhasilan perempuan dalam berpolitik, mengingat politik merupakan arena yang ketat dan memerlukan keberanian serta jejaring yang luas.
.
“Tanpa keterlibatan perempuan dalam dewan, isu dan kebutuhan perempuan tidak akan terabaikan. Oleh karena itu, saatnya bagi perempuan untuk bersatu dan mengambil peran yang layak dalam politik,” pungkasnya.