Jakarta (Lampost.co) — Defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mencapai Rp31,2 triliun hingga 28 Februari 2025, atau setara 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Nilai itu menjadi kali pertama sejak 2021 APBN kembali mencatat defisit. Pada periode yang sama tahun lalu, APBN masih surplus Rp 26,04 triliun.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai defisit itu menandakan 2025 bukan tahun fiskal yang biasa. Bahkan, defisit bisa membengkak hingga Rp 800 triliun atau sekitar 3 persen dari PDB jika tidak ada reformasi fiskal.
“Jika reformasi fiskal tidak ada, Indonesia berisiko mengalami defisit berkepanjangan, utang membesar, dan ruang fiskal semakin sempit,” ujar Achmad.
Menurutnya, pemerintah harus segera menata ulang prioritas belanja negara. Program dengan anggaran besar, seperti makan siang gratis, perlu ada evaluasi dalam kerangka keberlanjutan fiskal.
Selain defisit, pendapatan negara dan penerimaan pajak mengalami penurunan signifikan pada awal 2025. Data APBN KiTa edisi Februari 2025 mencatat pendapatan negara baru mencapai Rp316,9 triliun (10,5 persen dari target), turun 20,85 persen dari Februari 2024 yang mencapai Rp400,4 triliun.
Sementara itu, penerimaan pajak Rp187,8 triliun yang anjlok 30,19 persen dari Rp269,02 triliun pada Februari 2024.
Dia menyebut sistem Coretax, yang seharusnya meningkatkan efisiensi pajak, justru menimbulkan kendala. Banyak wajib pajak kesulitan melaporkan dan membayar pajak sehingga penerimaan pajak menurun.
Sementara, belanja negara masih tinggi yang mencapai Rp348,1 triliun atau 9,6 persen dari target. Walau lebih rendah dari Februari 2024 yang mencapai Rp374,32 triliun, tekanan fiskal tetap besar karena kebutuhan belanja sosial dan subsidi tidak bisa tertunda.
Rekomendasi Kebijakan untuk Menyelamatkan Fiskal
Dia turut memberikan rekomendasi tiga langkah utama agar APBN tidak semakin tertekan. Pertama, audit independen Coretax guna memastikan sistem perpajakan tidak menghambat penerimaan negara.
Lalu evaluasi belanja negara, fokus pada program yang berdampak langsung bagi rakyat miskin dan pemulihan ekonomi. “Kemudian diversifikasi sumber pendapatan, termasuk optimalisasi dividen BUMN dan efisiensi aset negara,” ujar dia.
Menurutnya, defisit APBN yang muncul sejak awal 2025 menunjukkan tantangan besar dalam pengelolaan fiskal. Untuk itu, Pemerintah perlu menata ulang belanja, mengoptimalkan penerimaan pajak, dan mencari sumber pendapatan baru untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.