Bandar Lampung (Lampost.co) – Subdit IV Cybercrime Ditreskrimsus Polda Lampung berhasil mengungkap sindikat pemerasan digital yang beroperasi dengan modus perkenalan lewat media sosial. Empat pelaku berhasil ditangkap dalam operasi selama satu bulan terakhir.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung, Kombes Pol Derry Agung Wijaya, mengungkapkan keempat tersangka sindikat berinisial A, E, MA, dan F. Tiga di antaranya diketahui merupakan narapidana di salah satu Lapas/Rutan di Lampung.
“Mereka merupakan satu komplotan, tapi ditangkap di lokasi berbeda-beda. Penangkapan juga dibantu oleh pihak Kanwil Ditjen PAS Lampung,” ujar Derry, Rabu, 30 April 2025.
Modus Kenalan Lewat TikTok, Lalu Peras dengan Konten Manipulasi
Modus operandi para pelaku diawali dengan perkenalan lewat media sosial, seperti TikTok. Setelah pelaku mendapatkan kepercayaan korban, komunikasi berlanjut ke WhatsApp.
Selanjutnya, pelaku mengajak korban saling bertukar foto dan video pribadi. Konten tersebut kemudian dimanipulasi oleh pelaku lain menjadi seolah-olah konten asusila.
“Korban lalu diancam kontennya akan disebarkan jika tidak mengirim uang. Total kerugian korban mencapai Rp150 juta,” kata Derry.
Peran Masing-Masing Pelaku
A berperan sebagai penghubung utama yang mengaku sebagai anggota polisi dengan identitas palsu untuk menakuti korban.
E bertugas sebagai editor yang memanipulasi foto dan video korban.
MA bertugas sebagai kurir yang mengambil uang hasil pemerasan.
F menjadi penampung barang bukti berupa perangkat dan alat komunikasi.
Masih Ada Kemungkinan Korban Lain
Pihak kepolisian saat ini masih melakukan pengembangan lebih lanjut. Dari hasil penyelidikan awal, pelaku sudah menjalankan aksinya pada dua korban, namun polisi membuka kemungkinan adanya korban lain.
“Kami mengimbau masyarakat yang merasa pernah menjadi korban untuk segera melapor,” tegas Derry.
Jeratan Hukum
Para tersangka dijerat Pasal 35 juncto Pasal 51 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp12 miliar.