Bandar Lampung (Lampost.co) — Rasa kecewa disampaikan keluarga pasien berinisial PA (69) terhadap pelayanan Rumah Sakit (RS) Airan Raya dan BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung. Mereka menilai keputusan memulangkan pasien yang masih dalam kondisi sakit bukan hanya keliru, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistem kesehatan dalam melindungi hak dan keselamatan peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Menurut keluarga, tindakan pihak rumah sakit memulangkan pasien pada Sabtu, 28 Februari 2025, tanpa rujukan lanjutan dan di tengah kondisi yang masih lemah, merupakan bentuk kelalaian yang membahayakan nyawa. Kekecewaan mereka makin memuncak setelah BPJS Kesehatan menyatakan bahwa pelayanan medis yang rumah sakit berikan telah sesuai prosedur dan indikasi medis.
Penjelasan BPJS Kesehatan ke Keluarga
Dalam pernyataan yang BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung sampaikan kepada pihak keluarga, menyebutkan bahwa pasien dalam kondisi stabil setelah diperiksa oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP). Disebutkan bahwa suhu tubuh pasien dalam batas normal, tidak demam, dan gejala mual sudah mulai berkurang. Pasien pun dinyatakan layak dipulangkan dengan resep obat dan surat kontrol untuk tanggal 7 Maret 2025.
Baca juga: Pasien BPJS Keluhkan Dugaan Kelalaian Medis di RS Airan Raya
“Pasien diizinkan pulang karena tanda-tanda vital dinilai stabil dan dalam batas normal. Dari sisi administrasi JKN-KIS, pelayanan RS telah sesuai dengan prosedur dan indikasi medis,” ujar pernyataan perwakilan BPJS Kesehatan dalam pesan kepada keluarga pasien.
Respon Keluarga
Namun, pihak keluarga menyayangkan hal tersebut. “Kami sangat menyangkan tidak ada sanksi tegas dari pihak BPJS Kesehatan terhadap pelayanan RS Airan terkait aduan kami. Pihak BPJS Kesehatan hanya sebatas mengonfirmasi terkait aduan kami tanpa melihat fakta yang terjadi,” kata Aan (35), anak pasien, Kamis, 27 Maret 2025.
Mereka menilai keputusan memulangkan pasien tanpa memperhatikan kondisi klinis secara menyeluruh. Fakta di lapangan membuktikan bahwa kondisi pasien memburuk setelah pulang dari RS Airan Raya. “Tangapan dari pihak RS yang menyatakan pemulangan sudah sesuai prosedur dan kondisi pasien sudah stabil tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Faktanya, setelah dipulangkan, ayah kami masih kesakitan hebat. Dari RS Advent, beliau disarankan langsung ke RS Urip Sumoharjo dan dirawat selama 10 hari. Itu fakta, bukan asumsi,” kata Aan.
Ia pun mengkritisi profesionalitas tenaga medis dan manajemen RS Airan Raya. Keluarga mempertanyakan apakah standar akreditasi benar-benar diterapkan dengan baik di lapangan. “Kalau rumah sakit sebesar itu hanya mampu merawat pasien empat hari dan memulangkan dalam kondisi tidak bisa bangun dari tempat tidur, lebih baik rawat di puskesmas kampung saja?” kata Aan.
Tak hanya itu, salah satu dokter disebut bersikap emosional hanya karena keluarga menjenguk. “Kalau dokter mudah tersinggung dan baper (bawa perasaan), bagaimana mungkin bisa bersikap profesional dalam menangani pasien?” kata dia.
Tuntutan Investigasi dan Evaluasi Menyeluruh
Kekecewaan keluarga kini berujung pada tuntutan serius. Mereka meminta agar BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, DPRD, bahkan gubernur/wakil gubernur Lampung turun langsung melakukan investigasi menyeluruh terhadap kasus ini. Mereka juga mendesak agar ada pertemuan terbuka antara keluarga, pihak rumah sakit, dan dokter yang menangani pasien.
“Mohon pemerintah, dewan yang terhormat, bahkan wakil gubernur yang bergelar dokter dapat turun tangan. Kalau bisa, pertemukan kami langsung dengan pihak rumah sakit dan dokter yang memulangkan ayah kami dalam kondisi komplikasi parah,” kata Aan.
Lebih jauh, mereka menaruh curiga bahwa keputusan memulangkan pasien bukan semata karena alasan medis, melainkan karena pertimbangan administratif dan klaim BPJS. “Apa rumah sakit lebih sayang pada klaim BPJS ketimbang nyawa rakyat kecil? Ini soal hati nurani. Jangan sampai prosedur jadi tameng untuk menutupi kelalaian,” tutup mereka dengan tegas.
Keluarga pasien berharap agar peristiwa ini menjadi bahan evaluasi serius bagi semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Bagi mereka, keselamatan dan martabat pasien tidak boleh kalah oleh sistem dan birokrasi.
Tanggapan BPJS Kesehatan
Kepala Bagian SDM, Umum dan Komunikasi BPJS Kesehatan Bandar Lampung, Dodi Sumardi mengatakan, selain menyampaikan hasil tindaklanjut keluhan, pihaknya juga memberikan penjelasan kepada keluarga pasien.
Dalam penjelasan itu pihaknya menyampaikan bahwa jika ada keluhan atau pengaduan maka petugas akan melakukan konfirmasi terlebih dahulu ke fasilitas kesehatan (faskes) terkait permasalahan yang disampaikan.
Kemudian jika memang dari hasil konfirmasi tersebut ada hal yang melanggar ketentuan terkait administrasi dan/atau memungut biaya tambahan kepada Peserta JKN di luar ketentuan maka termasuk dalam kewenangan BPJS Kesehatan sehingga faskes dapat diberikan teguran/sanksi.
“Dalam hal permasalahan ini BPJS Kesehatan sifatnya mensounding/menjembatani antara peserta dan RS. Karena jika ditemukan dugaan kesalahan dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan, kesalahan dalam memberikan indikasi medis atau kesalahan dalam memberikan tindakan medis termasuk dalam tanggung jawab profesi, sehingga penyelesaian masalahnya ada di Faskes dan instansi terkait,” kata dia, Kamis, 27 Maret 2025.
Mengenai harapan keluarga pasien, Dodi mengatakan bahwa pihaknya tengah mendalami lagi terkait kronologi dari awal. “Masih saya minta kronologi awalnya dari eviden-eviden RS. Mungkin kita akan konfirmasi ke RS lainnya, untuk melihat eviden record kondisi pasien,” kata Dodi.
Lebih lanjut, Dodi juga mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan mediasi antara RS dan keluarga pasien. “Sudah diinfokan ke keluarga pasien, namun keluarga belum bersedia karena masih kerja di puskes wilayah Tubaba,” kata dia.
RS Airan Raya Membantah
Sebelumnya, terkait aduan tersebut, Kuasa Hukum Rumah Sakit RS Airan Raya, Kabul Budiono membantah tudingan pihak keluarga pasien. Dia mengklaim petugas di rumah sakit telah melakukan tindakan sesuai SOP.
Dia menjelaskan, pasien inisial PA datang pada pukul 05.WIB, 24 Februari 2025 dengan keluhan nyeri pinggang. Usai menjalani pemeriksaan di IGD, petugas menemukan dugaan pembekakan ginjal sehingga dilakukan USG. “Setelah pemeriksaan dan USG dipastikan pasien mengalami pembengkakan ginjal dan harus menjalani operasi laser,” ungkapnya, Senin, 17 Maret 2025.
Setelah menjalani operasi pasien mengalami mual dan ada demam sehingga mejalani perawatan dengan pemberian obat sesuai keluhan. Kemudian pada 28 Maret, pasien sudah tidak lagi merasakan keluhan penyakit utama atau pun akibat operasi. “Tanggal 28 Februari sudah tidak ada keluhan dari penyakit utama dan akibat operasi sehingga pasien mendapat izin pulang,” jelasnya.
Kabul juga menegaskan tidak ada pemberhentian pemberian obat kepada pasien di rumah sakit. Bahkan obat yang tersisa selama perawatan pun dibawakan pulang dengan tambahan obat untuk berobat jalan. “Tidak ada pemberhentian pemberian obat sudah sesuai SOP. Kalau pun ada pasti sudah kami sanksi,” pungkasnya.